Pasca adanya demo tanggal 6 Maret 2013
di depan kantor Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya, mengenai tuntutan mahasiswa
atas tidak jalannya praktikum dan dana PUSPEMA yang menimbulkan tindakan
anarkis, berupa pengerusakan infrastruktur negara yang ada di kampus IAIN,
pembakaran dokumen-dokumen keuangan, dan perusakan CPU. Membuat pihak
kepolisian ikut mengamankan peristiwa tersebut. Pihak kepolisian juga sudah
menetapkan beberapa mahasiswa sebagai tersangka kasus pengerusakan aset negara
yang terjadi pada saat demo tersebut.
Hingga sekarang, pihak kepolisian masih
terus mencari para mahasiswa yang terlibat dalam pengerusakan infrastruktur
kampus yang juga merupakan aset negara tersebut. Pada hari Kamis
tanggal 4 April 2013, pukul 00.15 WIB yang bertepatan dengan proses perhitungan
suara pilpres DEMA IAIN Sunan Ampel Surabaya, terdapat dua mahasiswa Fakultas
Dakwah yang tertangkap, dengan inisial MR dan ARR, dua mahasiswa ini terbukti
ikut serta dalam pengerusakan infrastruktur kampus.
Ketika kami konfirmasi kepada pimpinan Fakultas
Dakwah, ternyata pimpinan Fakultas Dakwah sudah memerima Surat Keputusan (SK)
dari rektorat mengenai penangkapan dan sanksi kepada kedua mahasiswa tersebut. Menurut
Aswadi, Selaku Dekan Fakultas Dakwah, pihaknya baru menerima SK dari Rektor
yang menyatakan bahwa MR dan ARR (nama inisial) terlibat dalam kasus pengerusakan
gedung rektorat. “Pihak kami baru mendapat SK kemarin, Kamis, 4 April 2013
setelah dilakukannya penangkapan,” ujar Aswadi.
Dekan yang selalu memiliki prinsip TRISI
ini juga menjelaskan isi di dalam SK tersebut. Berdasarkan SK Rektor, kedua
mahasiswa tersebut mendapatkan sanksi skors selama satu semester. “Karena
memang sudah terbukti dengan jelas, dan mahasiswanya pun mengakui, pihak
Fakultas harus mengikuti SK tersebut, yakni dua mahasiswa tersebut di skors
selama satu semester,” jelasnya.
Pimpinan Fakultas Dakwah ini juga
menambahkan bahwa pihak Fakultas tidak mau tahu terhadap kedua mahasiswa
tersebut, mereka menyerahkan segala keputusan terkait masalah penangkapan dan
sanksinya kepada pihak yang berwenang.
Dari pihak Fakultas masih menunggu bagaimana kelanjutan masalah
tersebut, mereka hanya mengamati berkembangannya tanpa bertindak apapun.
“Mereka sudah termasuk mahasiswa
nonaktif, jadi mereka tidak berhak mendapatkan pelayanan akademik, dan pihak Fakultas
pun tidak berhak memberikan hukuman ataupun sanksi terhadap mereka,” tegas Aswadi.
Mahasiswa itu harus memikirkan segalanya
terlebih dahulu sebelum bertindak, menganalisis setiap informasi yang diterima,
sehingga setiap tindakan yang dilakukan harus bertujuan untuk kebaikan bersama,
bukan masalah pribadi maupun golongan. Dan tindakan tersebut tidak menimbulkan keburukan,
apalagi sampai melakukan pengerusakan.
Hanya saja beliau berharap tidak ada
lagi kejadian tersebut. Dia ingin ketika melakukan setiap kegiatan harus
melakukan TRISI dulu, yaitu konfirmasi, koordinasi, baru kemudian eksekusi. “Setiap
ingin melakukan sesuatu harusnya melakukan TRISI, yaitu konfirmasi, kordinasi,
baru melakukan eksekusi,” ucapnya.
0 komentar:
Posting Komentar